Betul, saat lahir kita sendiri ! Tetapi detik selanjutnya adalah bersosialisasi karena kodrat manusia adalah "homo sapien". Dan karenanya kita banyak mendapat teman. Teman bernilai "positif" yang disebut sahabat, dan teman bernilai "negatif" yang dengan sangat berat berstatus sebagai "musuh". Perubahan statusnya sulit dipredisksi dan sulit dipertahankan dengan hitungan waktu. Menit ini berstatus teman, detik berikut berbalik menjadi musuh. Dan akhirnya harus menerima kenyataan pedih, kembali sendiri seperti saat lahir.
Betul, awalnya kita memang sendiri. Tetapi kesendirian setelah bersama-sama menikmati dinamika hidup yang menyenangkan sungguh melukai sanubari. Pikiran bercabang dengan sejuta pengandaian. Ah, seandainya saya tak pernah berjumpa dengannya, pasti tak akan pernah berpisah. Ah, andaikata saya tak pernah bersamanya, saya pasti tak akan pernah merasa sendiri. Andaikan dulu tak pernah menaruh rasa apapun, pasti tak akan terluka karena terengut putus ikatan rasa ini. Ah....Dan, teman-temanku terus pergi.
Satu pergi saat mulai kunaiki piramid yang terbangun oleh etos kerjaku. (Dan semua pasti tahu, kerusut piramid telah membuatnya berpuncak satu). Satu lagi pergi setelah ternyata sulit bertoleransi dengan misi dan visi organisasi. (Pemaksaan organisasi memang terus mengharuskan tetap bersama, namun menjadi jalan sendiri-sendiri sesuai rel pilihannya). Pergi lagi karena sulit menerima konvensi. Dan terus....pergi membantuk jurang pemutus jalinan rasa.
Betul, awalnya kita memang sendiri. Tetapi sebagai "homo sapien" , ternyata tak sanggup sendiri. Anugerah Tuhan atas rasa kepada manusia telah memaksa perlunya pihak untuk pelampiasannya. Pelampiasan dendam rindu, pelampiasan dendam kasih sayang, pelampiasan dendam kebahagiaan, pelampiasan dendam penasaran, pelampiasan dendam kemarahan. Dan objeknya tentu makhluk yang sama dikaruniai rasa. Tapi, satu-satu temanku pergi..........[We-eS/02-12-'09]
*) Maaf teman. Hebatnya kelemahanku telah memaksamu pergi satu-satu dari kebersamaan kita. Dan, itu pedih....
Betul, awalnya kita memang sendiri. Tetapi kesendirian setelah bersama-sama menikmati dinamika hidup yang menyenangkan sungguh melukai sanubari. Pikiran bercabang dengan sejuta pengandaian. Ah, seandainya saya tak pernah berjumpa dengannya, pasti tak akan pernah berpisah. Ah, andaikata saya tak pernah bersamanya, saya pasti tak akan pernah merasa sendiri. Andaikan dulu tak pernah menaruh rasa apapun, pasti tak akan terluka karena terengut putus ikatan rasa ini. Ah....Dan, teman-temanku terus pergi.
Satu pergi saat mulai kunaiki piramid yang terbangun oleh etos kerjaku. (Dan semua pasti tahu, kerusut piramid telah membuatnya berpuncak satu). Satu lagi pergi setelah ternyata sulit bertoleransi dengan misi dan visi organisasi. (Pemaksaan organisasi memang terus mengharuskan tetap bersama, namun menjadi jalan sendiri-sendiri sesuai rel pilihannya). Pergi lagi karena sulit menerima konvensi. Dan terus....pergi membantuk jurang pemutus jalinan rasa.
Betul, awalnya kita memang sendiri. Tetapi sebagai "homo sapien" , ternyata tak sanggup sendiri. Anugerah Tuhan atas rasa kepada manusia telah memaksa perlunya pihak untuk pelampiasannya. Pelampiasan dendam rindu, pelampiasan dendam kasih sayang, pelampiasan dendam kebahagiaan, pelampiasan dendam penasaran, pelampiasan dendam kemarahan. Dan objeknya tentu makhluk yang sama dikaruniai rasa. Tapi, satu-satu temanku pergi..........[We-eS/02-12-'09]
*) Maaf teman. Hebatnya kelemahanku telah memaksamu pergi satu-satu dari kebersamaan kita. Dan, itu pedih....
0 komentar:
Posting Komentar