Minggu, 12 April 2009

HIDUP ADALAH MEMILIH

Sudah kita laksanakan bersama bahwa hidup adalah memilih. Kamis, 9 April 2009 setidaknya merupakan salah satu momen dalam hidup berbangsa dan bernegara Indonesia yang menempatkan kita sebagai pemilih, dan pihak lain sebagai pilihan. Caleg dari banyak golongan menyodorkan diri sebagai target yang harus kita pilih. Dan kita yang terdaftar dalam DPT pemilu legislatif mengambil posisi sebagai eksekutor. Eksekutor yang bisa saja salah pilih atau harus memilih yang berakibat pada kekecewaan beberapa caleg. Tetapi, apa pun risikonya, memang begitulah yang harus terjadi.
Caleg sebagai target pilihan harus sanggup memikul kenyataan jika tidak banyak menjadi pilihan. Sementara itu waktu, biaya, tenaga, dan pikiran berikut panjatan do'a sudah sangat melimpah dan sedemikian royalnya guna membujuk pemilih agar menempatkan sebuah "contrengan" pada nomornya, namanya, atau gambarnya. Sebuah tanda yang memisahkan antara "surga" anggota dewan di sebelah kanan dan "neraka" penuh penderitaan sebagai tuntutan selaksa pengorbanan di sebelah kiri. Pahit, sangat pahit untuk pihak yang harus tersedak kekecewaan. Dan tentu aroma dan manisnya surga bagi si pemenang.
Apa pun yang terjadi, hakikatnya berada pada posisi yang serupa, wujud dari kenyataan bahwa hidup adalah memilih. Pemilih dan yang dipilih, sama kecewanya, sekaligus sama bahagianya. Sama bimbangnya, sekaligus sama yakinnya. Sama sulitnya, sekaligus sama mudahnya. Jangan kira pemilih tidak kecewa. Kecewa karena disamakan dengan robot. Hanya boleh lurus tak boleh melengkung apalagi bergelombang. Tetapi, juga bahagia karena memiliki kuasa untuk memvonis nasib dan masa depan orang lain. Bukankah "dikuasakan" berarti hebat ? Bagaimana dengan yang dipilih ? Sama saja. Kecewa karena serupa dengan "terdakwa" dalam sebuah persidangan. Bahagia, karena mendapat kepercayaan. Rasa sulit juga melanda. Untuk pemilih menjadi sulit karena penuhnya rasa bimbang menimbang sisi positif dan negatifnya. Sulit bagi yang dipilih karena saat itu dia dalam posisi pasrah menerima nasib. Mudah bagi pemilih karena tak perlu adu argumen pribadi, tinggal sekali "contreng", selesai. Mudah untuk yang dipilih karena semua orang akan membawanya ke nasib baik. Oleh karena itu, apa pun hasil vonis 9 April 2009, tak usahlah dipusingkan. Sukses, gagal, begitulah hidup. Yang penting kita sudah berani menentukan pilihan. Berani memilih, berarti berani hidup. Karena hidup memang memilih. [We-eS]

0 komentar:

Posting Komentar

PRIMBON JAWA