Minggu, 07 September 2014

TERNYATA AKU BELUM HEBAT



[Catatan Usai Briefing Kedinasan, Jumat, 5 September 2014]

"Pahlawan memang begitu. Dia yang berjuang mati-matian, orang lain yang menikmati hasilnya. Berjaya, dipuji pula. Tapi, tetap saja bukan orang lain itu yang hebat. Tapi, kau. Sebab, kaulah pahlawannya," kata kawanku memberi hiburan. “Saya tahu itu, kau yang hebat !” kata kawanku lagi.
Aku memang sangat kecewa saat itu. Dan kekecewaanku bertambah hebat saat hal yang aku tunggu-tunggu tak juga keluar dari bibirnya. Tidak terlalu berlebihan, aku hanya berharap ia menyampaikan bahwa hal hebat yang membuatnya mendapat pujian juga berkat bantuan berupa warisan karya dariku. Hanya itu. Aku tak meminta yang lebih, atau meminta bagian pujian yang ia terima. Beberapa detik setelah tepuk tangan dari hadirin di ruang briefing, ia memang langsung mengirimi aku pesan singkat (sms) yang berisi ucapan terima kasih. Tapi bukan itu yang kumau. Aku hanya meminta ia sampaikan bahwa sebagian yang ia tunjukkan di depan forum itu ada yang merupakan karyaku, hasil kerja kerasku. Sebuah sentuhan kecil. Hanya itu.
Memang aku tak bisa menuntutnya secara hukum, sebab karyaku itu belum dipatenkan oleh pihak yang berwenang melindungi hak cipta. Apalagi sangat jelas bahwa karyaku sekarang ada di tangannya memang karena saat itu aku memeberikannya dengan cuma-cuma. Kuberikan karena pada saat itu berada dalam kelompok yang sama. Rekan sekelompok tentu sangat baik kalau bisa saling berbagi. Tetapi setidaknya kita tahu bahwa ada kode etik tidak tertulis tentang hak cipta intelektual yang sangat baik utnuk diperhatikan.
Aku tak bisa mengendalikan perasaan saat itu. Hingga tanpa berpikir panjang kusampaikan kekecewaanku ini kepada teman sejawatku. Dan dengan empati tingginya ia mengingatkanku tentang “pahlawan”.
Aku tentu tahu dan paham benar akan filosofi pahlawan serta bangga dan bahagianya disebut pahlawan. Pahamku akan hal itulah yang kemudian menyiksaku setelah itu.
Ya, ternyata aku belum hebat ! Aku belum bisa membersihkan hatiku dari rasa pamrih . Aku belum bisa bersih benar dari hasrat untuk riya. Aku  belum bisa membebaskan hatiku dari keinginan memaksa orang lain mengakui peran sertaku akan keberhasilannya. Aku belum bisa menahan diri untuk mengatakan bahwa aku juga berperan penting atas sukses yang ia raih. Dan aku tak bisa membela diri dan membenarkan perasaanku ini dengan menyalahkan orang lain. Dia punya hak untuk “menjaga rahasianya”.  Apalagi dia teman baikku. Teman baik yang pernah bahu membahu dalam satu tim kerja. Teman baik yang tentu saja sudah sangat banyak membantuku.
Ternyata, aku memang belum hebat. Sebab, kenyataannya aku belum sanggup membunuh gejolak seperti itu. Maka, jangan hibur aku dengan sebutan  pahlawan wahai teman. Terlalu berat. Aku belum hebat ! [We-eS]

0 komentar:

Posting Komentar

PRIMBON JAWA